-30 Juli 2012-
Surgaku
adalah lembah penuh bukit
Berkelok
seperti pikiranku yang terjal ditelan bulan
Lentera
kecil tak mampu membawaku kesana,
Sampai
aku lelah menghitung jejak tanah penuh tapak
Sang
Khalik memanggil penuh arti,
Seakan
menorehkan senyum kerang di ujung samudera,
Terentang
ganggang pantai menuju muara
Menarikan
pujian tanpa suara
Dzikir
ombak bergelegak di dasar bayanganku
Tahajjud
jalan kuyup bersikelok membawaku dalam naungan sang bidadari
Sesungguhnya
telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan. Dengan
kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan
keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu
dari gelap-gulita kepada cahaya yang terang-benderang dengan seizin-Nya, dan
menunjuki mereka ke jalan yang lurus. (Al-Ma’idah : 15-16)
Bulan
Ramadhan adalah (bulan) yang didalamnya diturunkan Al-Quran sebagai petunjuk
bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang benar dan yang bathil).... (Al-Baqarah: 185)
Al-Quran
merupakan kitab yang syamil dan mutakkamil. Al-Quran sebagai penyejuk hati,
yang menggugah hati, namun eksistensinya banyak dari setiap insan yang kurang menyadari
esensi dari kalam Allah. Bukan karena manusia yang minim akan perkataan indah
Allah namun karena kebutuhan akan pembelajaran hati untuk menyentuhnya
terkendali oleh diri dan jiwa insan. Tak dipungkuri juga banyak insan setiap
hari membaca Al-Quran namun tak memahami arti dan mengaplikasikan isi dari
Al-Quran. Padahal banyak sekali keutamaan dari Al-Quran. Sehingga sampai detik
waktu, sang muslim akan dipenuhi berbagai tanda tanya mengapa ia berada dalam
suatu kehidupan.
Nampaknya
perlu diistimewakan kalimat “Makanan
terbaik bagi hati adalah keimanan, obat terbaiknya adalah Al-Qur’an”. Pemahaman
ini akan merujuk pada nikmatnya menggali ilmu al-Qur’an. Al-Furqon merupakan
obat hati yang paling manjur ketika sang insan mendapati sebuah cobaan
kegelisahan, kebimbangan, keresahan maupun penurunan kualitas keimanan lain.
Sungguh, Al-Quran merupakan penyempurna kekuatan hati. Bila kekuatan Al-Quran
tak mampu menggoyahkan hati kita, maka bisa jadi jiwa dan nurani kita kurang
menghayati keimanan kita. Alunan Al-Furqon yang menyejukkan, menenangkan, dan
menggelorakan. Itulah mungkin suatu penjabaran dari definisi sebuah kehidupan. Hidup
adalah simfoni yang kita mainkan dengan indah. Al-Quran merupakan nafas jiwa
dan ruh yang menggelora dalam hati. Ia merupakan jendela cinta dan sarana
komunikasi kita pada Sang Khalik. Perlu sebuah keserasian dan harmoni untuk
menyatukan kehidupan dengan cinta-Nya. Sehingga rangkaian batin, nurani, dan
jiwa serempak menghasilkan ketergantungan produktif pada kalam Allah bak daun
yang menggantungkan dirinya pada sang air dan sang matahari untuk
berfotosintesis.
Al-
Furqon membingkai romantika perjuangan dalam setiap aktivitas nadi dan jiwa
kita. Tanpanya seluruh nilai pikiran dan perasaan akan hilang dilanda sebuah
kerinduan akan alunan panjinya. Cahayanya memvisualisasi sebuah kekuatan
kesatuan, keagungan, keluhuran dan ketinggian yang melahirkan taman kehidupan
yang indah. Gelora magnetiknya selalu mengingatkan kita akan pesona keindahan
rangkaian kalimatnya. Jiwa akan tergerak untuk menikmati kaidah keagungannya.
Bukan hanya sebuah icon, namun
merupakan penggugah jiwa prajurit yang dibariskan hingga saling melembut dan
menyatu. Al-Quran adalah sebuah kebutuhan eksistensial yang sangat mengagumkan
dan mengikat insan manusia.
Al-Quran merupakan aura kehidupan, dimana setiap
insan yang membaca akan merasakan hamparan keindahan al-quran, merasakan denyut
nadi kehidupan, merasakan alasan merakit pemaknaan tiada batas terhadap
kehidupan. Ia membuat insan yang mendendangkan merasa hidup. Sebab ia menebar
benih kehidupan di ladang hati kita. Aura kehidupan. Tepat, aura kehidupan.
Kehidupan itu nyata pada setiap hembusan nafas kita, pada setiap detak jantung
kita, pada setiap jengkal tubuh kita, pada setiap langkah kaki kita, pada
setiap uluran tangan kita, pada setiap kedip mata kita, pada setiap kata dan
suara kita. Benar, aura kehidupan. Sebab ia mengomplekskan tiga pesona utama
para perindu surga: pesona raga, pesona jiwa, dan pesona ruh.
Ketiga pesona tersebut terbingkai rapih pada sebuah
“akal besar“ yang menerangi kehidupan rabbaniyah. Maka mendekatlah pada-Nya,
niscaya engkau kan merasakan betapa air kehidupan serasa mengalir pada setiap
sudut jiwa dan ragamu. Pahamilah kata – kata-Nya, maka engkau kan merasakan
betapa engkau layak dan pantas mendapat kehidupan yang berkualitas, kehidupan
yang lebih baik. Dan jika Allah mengizinkan jiwa kita merasakan sentuhan
keindahan-Nya, niscaya kita kan merasakan betapa air kehidupan mendidih dalam tubuh
kita. Dan jika Allah memperkenankan kita hidup lama, niscaya kita kan merasakan
betapa perlindungan-Nya membuat kita terengkuh dalam rasa damai, aman, dan
nyaman. Namun masihkah kita diberi kesempatan oleh-Nya untuk berdiri kokoh di
dunia lebih lama? Masihkah kita menunggu dan mengharapkan kesempatan kedua
dari-Nya?
Sesungguhnya
orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan
menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan
diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak
akan merugi.(Faathir:29)
Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (Al-Qasash : 77).
ALLAHU AKBAR !!! - SN-