Mempelajari kepribadian manusia itu menarik. Coba
bayangkan, dari 2 milyar manusia yang ada di dunia ini tidak ada satupun yang
sama persis, baik secara bentuk dan karakternya. Sekalipun anda memiliki dua
orang yang sama persis dan dibesarkan dalam lingkungan yang juga 100% sama,
saya yakin anda akan memiliki dua orang pribadi yang berbeda. Ada banyak faktor
yang mempengaruhi perkembangan kepribadian atau karakter manusia ini. Secara
umum, faktor-faktor tersebut dibagi menjadi dua bagian besar. Yang pertama
adalah faktor internal atau bawaan. Faktor lainnya adalah faktor
eksternal atau lingkungan. Kali ini saya akan memfokuskan pada faktor
eksternal karena saya sudah menulis menganai faktor internalnya.
Dalam beberapa waktu kedepan, saya akan memperdalam
tentang faktor internal ini (setelah saya selesai menulis mengenai faktor yang
mempengaruhi perkembangan kepribadian manusia ini) Pokok bahasannya adalah
mengenai kepribadian primer dan kepribadian sekunder (penekanan pada bagian ini!) Kenapa
harus menulis mengenai perkembangan kepribadian ini dulu daripada karakter
sekunder ? Karena karakter sekunder ini sangat dipengaruhi oleh faktor – faktor
eksternalnya.
Faktor – faktor eksternal yang mempengaruhi
perkembangan kepribadian manusia adalah :
- Faktor
Lingkungan
- Faktor
Trauma Masa Kecil
- Faktor
Agama dan Budaya
Sekarang mari kita bahas satu persatu !
FAKTOR LINGKUNGAN
Sebagai makhluk yang lemah dan tak berdaya, manusia membutuhkan orang lain untuk menyokong hidupnya. Seorang bayi manusia membutuhkan waktu bertahun-tahun sampai dia bisa mencari makan sendiri. Dari satu bulan hingga setahun dia bisanya cuman makan, minum, netek, nangis, dan ngengek. Dia membutuhkan orang lain untuk memberinya semua itu. Lewat dari setahun pun masih belum bisa masak, bekerja, dan mendapatkan gaji bulanan. Kalo dipaksakan, memang ada anak usia empat tahun yang bisa mencari makan sendiri, itupun dengan cara duduk di lampu merah dan menadahkan tangannya terus dapet cepek atau gopek. Namun semuanya tetap dari bantuan orang lain yang berhati budiman bukan ?
Sebagai makhluk yang lemah dan tak berdaya, manusia membutuhkan orang lain untuk menyokong hidupnya. Seorang bayi manusia membutuhkan waktu bertahun-tahun sampai dia bisa mencari makan sendiri. Dari satu bulan hingga setahun dia bisanya cuman makan, minum, netek, nangis, dan ngengek. Dia membutuhkan orang lain untuk memberinya semua itu. Lewat dari setahun pun masih belum bisa masak, bekerja, dan mendapatkan gaji bulanan. Kalo dipaksakan, memang ada anak usia empat tahun yang bisa mencari makan sendiri, itupun dengan cara duduk di lampu merah dan menadahkan tangannya terus dapet cepek atau gopek. Namun semuanya tetap dari bantuan orang lain yang berhati budiman bukan ?
Poin yang ingin saya sampaikan dari cerita di atas
adalah kepribadian manusia dipengaruhi oleh orang lain. Dan yang paling dominan
adalah pengaruh keluarga karena inilah faktor lingkungan pertama dan
utama yang akan menentukan perkembangan kepribadian sekundernya. Seorang
individu yang dibesarkan dalam keluarga otoriter yang kuat, di mana cara
mengungkapkan sikap dan perilaku ditentukan semata-mata oleh satu atau kedua
orangtuanya (atau sosok keluarga penting lainnya) akan berbeda dengan individu
lainnya yang dibesarkan dengan penuh kebebasan.
Saya mempunyai seorang saudara yang mempunyai
kepribadian kuning. Ibunya adalah biru yang kuat. Tentu saja si kuning yang
cenderung berantakan dan tidak bertanggungjawab mendapatkan perlawanan yang
hebat dari biru. Kepribadan primernya tidak mendapatkan tempat dalam rumahnya
dan juga tidak dapat berkembang dengan baik. Tetapi kuning yang cerdik
selalu mendapatkan cara untuk bertindak sesuai dengan motif dasarnya.
Kepribadian primernya mungkin ditekan, tetapi tidak bisa dihilangkan. Ini hukum
alam dan pasti ! Apalagi kuning adalah pribadi yang paling sulit dibentuk
dibandingkan tipe kepribadian lainnya. Saudara saya ini berperilaku sebagai
biru ketika berada di rumah dan menjadi kuning ketika keluar dari sana. Situasi
ini berlangsung selama bertahun-tahun (dari balita hingga usia 30an). Apa
akibatnya bagi kepribadian si Amoy ini (anggap saja namanya Amoy).
Ketika berinteraksi dengan orang lain, misalnya dalam
bekerja, si Amoy menunjukkan kepribadian biru yang teratur, disiplin, dan
dewasa. Seiring dengan berjalannya waktu, dan Amoy menjadi semakin nyaman dan
aman, kepribadian kuningnya mulai mengambil kendali. Dia yang awalnya rajin,
disiplin, tepat waktu dan segala kualitas terbaik dari seorang biru,
pelan-pelan berubah menjadi banyak bicara, pelupa, berantakan, mengampangkan
segalanya, kreatif, dan serampangan. Saya rasa anda mempunyai seorang teman
yang seperti ini bukan ? He…he…he… Jika anda ingin tahu kenapa teman yang anda
kenal dulu telah berubah sehingga anda hampir-hampir tidak mengenalnya maka
inilah jawabannya. Dia memiliki kepribadian primer kuning dan biru/merah
sebagai karakter sekundernya. Kok bisa ? Inilah faktor terkuat yang
mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang, yaitu faktor keluarga.
FAKTOR TRAUMA MASA KECIL
Tidak ada faktor negatif lainnya yang bisa mempengaruhi karakter seseorang sehebat trauma masa kecil ini. Mengapa ? Ada dua jawaban untuk pertanyaan ini. Pertama karena kepolosannya dan kedua karena penghianatan. Sesorang yang pernah mengalami kekecewaan akan sulit untuk menumbuhkan kembali rasa percayanya, entah itu percaya kepada orang lain ataupun kepada dirinya sendiri. Jika trauma masa kecilnya disebabkan oleh kedua orangtuanya, maka perkembangan kepribadiannya menjadi tidak sehat.
Tidak ada faktor negatif lainnya yang bisa mempengaruhi karakter seseorang sehebat trauma masa kecil ini. Mengapa ? Ada dua jawaban untuk pertanyaan ini. Pertama karena kepolosannya dan kedua karena penghianatan. Sesorang yang pernah mengalami kekecewaan akan sulit untuk menumbuhkan kembali rasa percayanya, entah itu percaya kepada orang lain ataupun kepada dirinya sendiri. Jika trauma masa kecilnya disebabkan oleh kedua orangtuanya, maka perkembangan kepribadiannya menjadi tidak sehat.
Saya teringat dengan cerita Billy Miligan.
Dia mempunyai 24 kepribadian yang berbeda dalam dirinya. Ada Arthur, Reagan,
Philip, Kevin, April, Adalana, Jason, Shawn, Sang Guru, dan lainnya.
Bagaimana Billy bisa memiliki masalah kepribadian yang unik ini ? Trauma masa
kecil adalah jawabannya. Di usianya yang relatif muda, Billy disiksa oleh ayah
tirinya sendiri. Dia dipukul, ditendang, diperkosa (sodomi), dan hampir
dikubur hidup-hidup. Saya rasa tidak ada yang lebih menyakitkan dalam hidup
daripada pelecehan dan penyiksaan dari orang tua kita.
|
Kisah Billy membuktikan kebenaran ini, di lain waktu
saya akan tulis mengenai Billy ini karena saya sudah membaca habis bukunya.
Sebenarnya ada juga kasus yang serupa dengan Billy, yaitu Sybil Dorsett.
Seorang wanita yang memiliki 16 kepribadian yang berbeda dalam dirinya.
Penyebabnya sama, trauma masa kecil !
Saya
yakin, anda ataupun saya mempunyai paling tidak satu kenangan masa kecil
kita. Pengalaman saya adalah mandi kemudian mainan handuk di kamar mandi,
lalu tak sengaja saya memecahkan lampu kamar mandi. Langsung saya lari dalam
pelukan kepada papa saya dan menangis terseduh-seduh sambil meminta maaf.
Kalau tidak salah, usia saya waktu kejadian tersebut 7 tahun. Saya ingat juga
papa saya membelai kepala saya dan bilang, "Tidak apa-apa....tidak
apa-apa....!"
|
Dari sini saya mempunyai figur yang baik mengenai
seorang papa. Secara tidak langsung hal ini mempengaruhi kepribadian saya yang
lemah lembut, baik hati, murah senyum, pemaaf, dan pemberani. Luar biasa bukan
pengalaman masa kecil kita ? Untungnya situasi yang saya alami positif,
bayangkan jika sebaliknya.
FAKTOR AGAMA DAN BUDAYA
Mitos : Pria Logis dan Wanita Emosional.
Pernyataan salah ini terus meluas di masyarakat kita, meyakinkan para wanita merah dan putih mereka tidak benar-benar berpikir logis, dan para pria biru dan kuning sebenarnya mereka tidak merasakan emosi yang mereka miliki. Omong kosong. Tetapi betapa sering kita mendengar komentar biasa seperti “anak lelaki besar tidak boleh mangis” dan “wanita Cuma bisa menangis untuk memanipulasi” ? Kita juga takut untuk menghadapi kebenaran siapa diri kita, sehingga sering membuat komentar yang terburu-bru dan menguntungkan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain agar kita bisa merasa lebih baik tentang diri kita. Bantulah diri anda, dan lampaui bias agama dan/atau budaya yang kaku demi merangkul identitas kepribadian sejati setiap orang.
Mitos : Pria Logis dan Wanita Emosional.
Pernyataan salah ini terus meluas di masyarakat kita, meyakinkan para wanita merah dan putih mereka tidak benar-benar berpikir logis, dan para pria biru dan kuning sebenarnya mereka tidak merasakan emosi yang mereka miliki. Omong kosong. Tetapi betapa sering kita mendengar komentar biasa seperti “anak lelaki besar tidak boleh mangis” dan “wanita Cuma bisa menangis untuk memanipulasi” ? Kita juga takut untuk menghadapi kebenaran siapa diri kita, sehingga sering membuat komentar yang terburu-bru dan menguntungkan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain agar kita bisa merasa lebih baik tentang diri kita. Bantulah diri anda, dan lampaui bias agama dan/atau budaya yang kaku demi merangkul identitas kepribadian sejati setiap orang.
Tentu saja, orang cepat belajar bagaimana caranya
hidup di dunia ini, Jika seseorang memperoleh pesan konsisten bahwa salah untuk
berperilaku dengan cara tertentu karena agama atau masyarakat mengatakan
demikian, biasanya mereka menyisihkan pendapat pribadi demi bertahan hidup dan
diterima oleh mereka. Beberapa individu telah mengalah begitu banyak sepanjang
hidup mereka, sampai entah mereka menjadi sangat marah pada segala sesuatu,
atau mereka bahkan tidak memiliki kemiripan lagi dengan siapa mereka saat
lahir. Jika anda ingin membicarakan tentang tragedi manusia, itulah tragedi
sesungguhnya – kehilangan jati diri sejatinya !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Termakasih atas pesannya.. Mari tulis yang baik :)