MAKALAH
MAGMA DAN BATUAN BEKU
Diajukan untuk memenuhi Tugas Geokimia
Semester Ganjil
Disusun Oleh :
Diah Kurnia Sari
Sugiarti Norvia
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Petrologi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari batuan pembentuk kulit bumi, yang mencakup mengenai cara
terjadinya, komposisi, klasifikasi batuan tersebut dan hubungannya dengan
proses – proses geologi dan sejarah geologinya.
Batuan beku adalah batuan yang tebentuk
langsung dari pembekuan magma. Proses pembekuan tersebut merupakan proses
perubahan fase padat. Pembekuan magma akan menghasilkan kristal – kristal
mineral primer ataupun gelas. Proses pembekuan magma akan sangat berpengaruh
terhadap tekstur dan struktur primer batuan, sedangkan komposisi batuan sangat
dipengaruhi oleh sifat magma asal.
Pada saat penurunan suhu akan melewati
tahapan perubahan fase cair ke padat. Apabila pada saat itu terdapat cukup
energi pembentukan kristal maka akan terbentuk kristal – kristal mineral
berukuran besar. Sedangkan bila energi pembentukan rendah akan terbentuk
kristal yang berukuran halus. Bila pendinginan berlangsung sangat cepat maka
kristal tidak terbentuk dan cairan magma membeku menjadi gelas.
Setiap mineral memiliki kondisi tertentu
pada saat mengkristal. Mineral-mineral mafik umumnya mengkristal pada suhu yang
relatif lebih tinggi dibandingkan dengan mineral felsik. Bowen memberikan suatu
seri reaksi menerus (continuous) dan
tidak menerus (discontinuous).
Gambar 2.1 Siklus Reaksi Bowen
Dalam makalah ini penulis
akan mencoba membahas lebih lanjut mengenai magma, dan batuan beku yang
bertujuan untuk memberikan wawasan kepada para pembaca bagaimana proses
terbentuknya batuan beku melalui magma.
1.2
Rumusan Masalah
Batuan beku adalah batuan yang tebentuk
langsung dari pembekuan magma. Proses pembekuan tersebut merupakan proses
perubahan fase padat. Pembekuan magma akan menghasilkan kristal – kristal
mineral primer ataupun gelas. Proses pembekuan magma akan sangat berpengaruh
terhadap tekstur dan struktur primer batuan, sedangkan komposisi batuan sangat
dipengaruhi oleh sifat magma asal. Oleh karena itu, penulis akan membahas
proses pembentukan batuan beku melalui magma dalam makalah ini yang diharapkan
mendapatkan data lengkap mengenai proses pembentukan batuan beku oleh magma
yang nantinya akan mempengaruhi terhadap tekstur dan struktur primer batuan
beku tersebut.
1.3 Tujuan
- Mengetahui
definisi magma dan batuan beku.
- Mengetahui
struktur batuan beku.
- Mengetahui
tekstur batuan beku.
- Mengetahui
jenis batuan beku (Batuan Beku Fragmental dan Batuan Beku Non Fragmental).
- Mengetahui
klasifikasi dan penamaan batuan beku.
- Mengetahui
contoh-contoh batuan beku.
- Mengetahui
cara mengidentifikasi jenis batuan beku.
BAB II
ISI
2.1 MAGMA DAN BATUAN BEKU
2.1.1 DEFINISI MAGMA
Magma adalah cairan atau larutan slikat
pijar yang terbentuk secara alamiah, bersifat mobile (cairan yang bergerak),
bersuhu antara 900-1200oC atau lebih dan berasal dari kerak bumi
bagian bawah atau selubung bumi bagian atas. Komposisi kimiawi magma hasil analisa
kimia dari sampel batuan beku terdiri dari :
1. Senyawa-senyawa yang bersifat
non-volatil dan merupakan unsur oksida dalam magma. Jumlahnya sekitar 99% dari
seluruh isi magma, sehingga merupakan mayor
element, yang terdiri dari oksida SiO2, Al2O3,
Fe2O3, FeO, MnO, CaO, Na2O, K2O,
TiO2, dan P2O5.
2. Senyawa volatil yang banyak
pengaruhnya terhadap magma, terdiri dari fraksi-fraksi gas CH4, CO2,
HCl, H2S, dan SO2.
3. Unsur-unsur lain yang disebut unsur
jejak dan merupakan minor element
seperti Rb, Ba, Sr, Ni, CO, V, Li, S, dan Pb
Bunsen mempunyai pendapat bahwa ada dua
jenis magma primer yaitu basaltic dan
granitic . Sedangkan batuan beku merupakan
campuran dari dua magma ini yang kemudian mempunyai komposisi lain.
2.1.2 DEFINISI BATUAN BEKU
Batuan beku adalah batuan yang terjadi
dari pembekuan larutan silika cair dan pijar yang kita kenal dengan nama magma.
2.2 STRUKTUR BATUAN BEKU
Struktur batuan beku adalah bentuk
batuan beku dalam skala yang besar, seperti lava bantal yang terbentuk
dilingkungan air, lava bongkah dan struktur lainnya. Suatu bentuk struktur
batuan sangat erat sekali dengan waktu terbentuknya. Berikut ini adalah macam-macam struktur batuan beku, diantaranya :
1. Massif,
apabila tidak menunjukan adanya sifat aliran atau jejak gas, atau tidak
menunjukan adanya fragmen batuan lain yang tertanam dalam tubuhnya.
2. Pillow
lava merupakan struktur yang dinyatakan pada batuan ekstrusi tertentu, yang
dicirikan oleh massa berbentuk bantal, dimana ukuran dari bentuk ini umumnya
antara 30-60 cm dan jejaknya berdekatan.
3. Vesicular
merupakan struktur yang ditandai adanya lubang-lubang dengan arah tertentu dan
teratur, lubang ini terbentuk akibat keluarnya gas pada waktu pembekuan
berlangsung.
4. Scoria,
sama seperti vesicular tetapi tidak menunjukan arah yang teratur.
5. Amgdaloidal,
struktur dimana lubang-lubang keluarnnya gas terisi oleh mineral-mineral
skunder seperti zeolite, karbonat, dan bermacam slika.
2.3 TEKSTUR BATUAN BEKU
Tekstur dalam batuan beku dapat
diterangkan sebagai hubungan antar massa dengan massa gelas yang membentuk
massa yang merata dari batuan.
1.
Derajat kristalisasi
Merupakan keadaan proporsi antara massa
kristal dan massa gelas dalam batuan beku. Dikenal tiga kelas derajat
kristalisasi, yaitu :
a.
Holokristalin : apabila batuan
tersusun seluruhnya oleh massa kristal.
b.
Hipokristalin : apabila batuan
tersusun oleh massa gelas dan massa kristal.
c.
Hypohyalin : massa dasar
lebih banyak daripada massa kristal.
d.
Holohyalin : apabila batuan
tersusun seluruhnya oleh massa gelas.
2. Granularitas merupakan ukuran butir kristal
dalam batuan beku, berbentuk sangat halus yang tidak dapat dikenal meskipun
menggunakan mikroskop, tetapi dapat pula sangat kasar. Umumnya dikenal dua
kelompok tekstur ukuran butir yaitu afanitik
dan faneritik.
a. Afanitik : apabila ukuran butir
individu kristal ini sangat halus, sehingga tidak dapat dibedakan dengan mata
telanjang. Batuan dengan tekstur afanitik dapat tersusun atas massa kristal,
massa gelas atau keduanya.
b. Faneritik : kristal individu yang
termasuk kristal faneritik dapat dibedakan menjadi ukuran-ukuran, yaitu :
1)
Halus, ukuran diameter 1 mm
2)
Sedang, ukuran diameter 1-5 mm
3)
Kasar, ukuran diameter 5-30 mm
4)
Sangat kasar ukuran 30 mm
c. Porfiritik : tekstur pada batuan beku
dimana kristal yang berukuran besar tumbuh bersama dengan kristal yang
berukuran kecil.
3.
Bentuk Butir
Ditinjau dari pandangan dua dimensi,
dikenal ada tiga macam bentuk butir, yaitu :
a. Euhedral, apabila bentuk Kristal dari
butiran mineral mempunyai bidang kristal yang sempurna.
b. Subhedral, apabila bentuk kristal
dari butiran mineral dibatasi oleh sebagian bidang kristal yang sempurna.
c. Anhedral, apabila bentuk kristal dari
butiran mineral dibatasi oleh bidang kristal yang tidak sempurna.
2.4 JENIS BATUAN BEKU (BATUAN BEKU FRAGMENTAL DAN BATUAN BEKU NON
FRAGMENTAL)
2.4.1 BATUAN BEKU FRAGMENTAL
Batuan beku fragmental sering juga
disebut dengan piroklastik (pyro =
api, klastika = butiran / pecahan).
Secara defenitif batuan piroklastik adalah batuan yang dihasilkan oleh proses
litifikasi bahan-bahan lepas yang dilemparkan dari pusat vulkanik selama erupsi
yang bersifat eksplosif. Bahan-bahan tersebut mengalami litifikasi sebelum atau
sesudah mengalami reworking oleh air
ataupun es. Bahan-bahan piroklastik secara genesa dapat dikelompokkan menjadi 6
yaitu :
1. Bahan piroklastik setelah dilempar
dari pusat vulkanik langsung jatuh ke darat melalui medium udara. Jika bahan tersebut
jatuh pada lereng vulkan yang curam maka dapat terjadi gerakan yang disebabkan oleh
gravitasi. Tumpukan jatuhan piroklastik (tepra) tersebut bila mengalami
litifikasi akan menjadi batuan beku fragmental.
2. Bahan – bahan piroklastik setelah
dilempar dari pusat erupsi diangkut ke tempat pengendapan dalam medium gas yang
keluar bersama dengan mekanisme glowing
avalance. Bahan yang terendapkan
mengalami litifikaso menjadi batuan beku fragmental. Pada jenis ini sering
ditemukan struktur mirip dengan struktur yang ada pada batuan sediment misalnya
silang – siur, laminasi atau gradasi.
3. Bahan – bahan piroklastik setelah
dilempar dari pusat erupsi yang berada di darat ataupun di bawah permukaan laut
kemudian diendapkan pada kondisi air yang tenang. Bahan piroklastik tersebut
tidak mengalami reworking dan tidak
tercampur dengan bahan piroklastik. Pada jenis ini tidak didapatkan struktur–struktur
sediment internal dan komposisi seluruhnya adalah bahan piroklastik. Bila
dilihat dari paleoenvirontment maka jenis
ini termasuk batuan sedimen dengan provenance
piroklastik.
4. Bahan – bahan piroklastik setelah
dikeluarkan dari pusat erupsi jatuh pada air yang aktif ( mengalir atau
bergelombang ). Sebelum mengalami litifikasi bahan–bahan tersebut mengalami reworking dan bias juga bercampur dengan
bahan–bahan yang bukan piroklastik. Bahan–bahan tersebut kemudian terendapkan
pada suatu tempat dan mengalami litifikasi. Pada jenis ini batuan menunjukkan
adanya struktur-struktur sediment. Apabila klasifikasi bersifat genetik maka
batuan sediment tersebut merupakan provenance
piroklastik.
5. Bahan – bahan piroklastik setelah
jatuh sebelum mengalami litifikasi, terangkut oleh media air atau es dan
diendapkan di suatu cekungan pengendapan. Pada jenis ini dapat ditemukan adanya
struktur-struktur sedimen. Apabila klasifikasi bersifat genetik maka batuan ini
termasuk batuan sediment yang memiliki provenance piroklastik.
6. Bahan – bahan piroklastik yang jatuh
ke bawah mengalami litifikasi, kemudian mengalami pelapukan, tererosi dan
tertansport kemudian diendapkan di tempat lain.
Jenis
ini termasuk batuan sediment yang memiliki provenance
piroklastik. Istilah– istilah yang sering di jumpai, yaitu :
1. Ash flow (tufls) –
fragmental flow.
a. Breksi aliran piroklastik adalah bahan
piroklastik yang tersusun atas fragmen runcing – runcing hasil endapan
piroklastik ( Fisher, 1960 ).
b. Ignimbrite adalah suatu batuan yang terbentuk
dari aliran abu panas.
(MacDonald, 1972)
c. Welded tuff adalah endapan aliran abu
panas yang terelaskan akibat deposisi pada saat masih panas.
2.
Ash fall yaitu primary
piroklastik atau bahan yang belum mengalami pergerakan dari tempat semula
diendapkan oleh proses jatuhan selama belum mengalami pembatuan/litifikasi (
Fisher, 1960 ).
a. Agglomerate diartikan sebagai batuan
yang terbentuk dari hasil konsolidasi material yang mengandung bomb (tuff
agglomerate merupakan batuan yang kandungan bomb sebanding atau lebih banyak
dari abu vulkanik)
( widiasmoro dkk,1977 )
b. Agglutinate merupakan hasil akumulasi
fragmen – fragmen pipih yang terelaskan, berasal dari erupsi basaltic yang
sangat encer ( tryrell, 1931 ).
c. Breksi piroklastik adalah batuan yang
mengandung block lebih dari 50%
(macDonald,1972
dan Fisher,1958)
d. Tuff
pyroclastic brecia adalah batuan yang mengandung block sebanding dengan abu
vulkanik atau bias juga lebih dominan abu volkanik
(Norton,
1917 dan MacDonald, 1972 )
e. Lapilistone adalah batuan yang
penyusun utamanya berukuran lapili yaitu 2–64 mm.
( fisher, 1961 )
f. Lapili tuff batuan yang kandungan
lapili dan abu volkanik sebanding atau lebih dominan abu vulkanik
(
Fisher, 1961 dan MacDonald, 1972 )
g.
Tuff adalah batuan yang tersusun atas abu vulkanik.
2.4.2 BATUAN BEKU NON FRAGMENTAL
Pada umumnya batuan beku non fragmental
berupa batuan beku instrusif ataupun aliran lava yang tersusun atas
kristal-kristal mineral. Dalam pengamatan batuan beku ini hal-hal yang harus
diperhatikan adalah :
A.
Warna batuan
Warna batuan beku berkatan erat dengan
kompoisi mineral penyusunnya, mineral penyusun batuan tersebut sangat
dipengaruhi oleh komposisi magma asalnya, sehingga dari warna dapat diketahui
jenis magma pembentuknya, kecuali untuk batuan yang mempunyai tekstur gelasan. Batuan
beku yang berwarna cerah umumnya adalah batuan beku asam yang tersusun atas
mineral-mineral felsik misalnya kwarsa, potas feldsfar, muskovit. Batuan beku
yang berwarna gelap sampai hitam umumnya adalah batuan beku intermediet dimana
jumlah mineral felsik dan mafiknya hampir sama banyak. Batuan beku yang berwarna
hitam kehijauan umumnya adalah batuan beku basa dengan mineral penyusun dominan
adalah mineral-mineral mafik. Batuan beku berwarna hijau kelam dan biasanya
monomineralik disebut batuan beku ultrabasa dengan komposisi hampir seluruhnya
mineral mafik.
2.5 KLASIFIKASI DAN PENAMAAN BATUAN
BEKU
1. Klasifikasi
berdasarkan ganesannya
a. Ekstrusif, batuan beku yang terjadi
di permukaan bumi dengan waktu pendinginan yang sangat cepat sehingga kristal
yang terbentuk sangat kecil atau bahkan tidak terjadi.
b. Gang, batuan jenis ini biasannya
terjadi pada rongga yang menuju kepermukaan bumi, tetapi tidak sampai ke
permukaan bumi. Pembekuan batuan jenis ini terjadi lebih cepat dari pada
pembekuan yang terjadi pada batuan beku dalam sehingga kristal-kristal yang
terbentuk tidak sesempurna kristal pada batuan beku dalam.
c. Intrusive, batuan beku intrusive
terjadi di dalam perut bumi atau jauh dari permukaan bumi, dengan proses pembekuan
yang sangat lambat sehingga kristal-kristal terbentuk dengan sempurna.
2. Klasifikasi berdasarkan
komposisi kimianya
a. Batuan beku asam, bila batuan beku
tersebut mengandung lebih 66% SiO2, contoh : granite dan rhyolite
b. Batuan beku intermediet, bila batuan
beku tersebut mengandung 52%-66% SiO2. Contoh batuan ini, yaitu : diorite
dan andesite
c. Batuan beku basa, bila batuan beku
tersebut mengandung 45%-52% SiO2. Contoh : basalt dan gabro
d. Batuan beku ultrabasa, bila batuan
beku tersebut mengandung kurang dari 45% SiO2. Contoh : peridotite dan dunite
3. Penamaan Batuan Beku
Adapun
tahapan dalam penamaan batuan beku adalah :
1. Tentukan jenis batuan (asam,
intermediet, basa, ultrabasa) dengan mengamati warna batuan tersebut atau
mengamati kehadiran mineral kuarsa serta menghitung proporsi secara relative
dalam batuan.
2. Jika mineral kuarsa hadir dan
mencapai 10% atau lebih atau batuan tersebut memiliki warna terang maka jenis
batuannya adalah batuan beku asam.
3. Jika mineral kuarsa hadir dan kurang
dari 10% atau batuan tersebut memiliki warna abu-abu hingga gelap hitam maka
jenis batuannya adalah batuan beku intermediet atau batuan beku basa/ultrabasa.
Pada batuan beku intermediet dicirikan dengan melimpahnya mineral ortoklas dan
mineral plagioklas asam.
Pada
batuan beku basa/ultrabasa : dicirikan dengan melimpahnya mineral plagioklas basa.
Catatan
: Plagioklas asam umumnya relative lebih cerah dibandingkan dengan plagioklas
basa, tetapi pada kenyataannya
secara
megaskopis sulitu untuk membedakannya. Untuk membedakannya kita melihat
persentase mineral mafic yang
utama.
Dimana:
Pada
batuan beku intermediet : cenderung lebih banyak mengandung amphibole dari pada
olivine dan
piroksen
Pada
batuan beku basa/ultrabasa : mengandung lebih banyak olivine, pyroksen, dari
pada amphibole
4. Tentukan kelompok
batuannya
5. Tentukan sturuktur
dan tekstur dari batuan tersebut
6.
Tentukan nama batuannya dengan melihat komposisi mineral dengan
mengkolerasikannya dengan table
rossenbusch.
2.6 Contoh-contoh batuan beku
a. Granit (granite)
Warna : terang,
abu-abu, putih, pink
Tekstur : faneritik, berbutir sedang kasar, ukuran kristal > 2
cm
Mineral
utama : K-Felspar 2/3
bagian, kuarsa (SiO2) > 10 %
Mineral
tambahan : hornblenda, biotit,
piroksen, muskovit, Na-amfibol, turmalin, sodalite
Tempat
terdapat : tajur (stock),
lakolit, batolit
Kegunaan :
bahan bangunan, monumen, prasasti, tegel
Keterangan : batuan beku plutonik,
bersifat asam
b. Gabro (gabbro)
Warna : abu-abu gelap,
hijau-tua hitam
Tekstur : ekigranular, beragam dari feneritik hingga porfiritik
Mineral
utama : Felspar
plagioklas 2/3 bagian, K-feldspar < 10 %, Ca-plagioklas, kuarsa (SiO2)
< 10%, felspatoid < 10 %
Mineral
tambahan : olivin, augit,
biotit, piroksen
Tempat
terdapat : tajur, lakolit, batolit, lopolit
Kegunaan :
konstruksi bangunan arsitektur
Keterangan : sering mengandung bijih
besi (ilmenit, magnetit)
c. Peridotit (peridotite)/ piroksenit
Warna : hijau, hitam
Tekstur : faneritik, ekigranular
Mineral
utama : K-Felspar < 10
%, kuarsa (SiO2) < 10 %, felspatoid < 10 %
Mineral
tambahan : hornblenda, biotit,
piroksen
Tempat
terdapat : tajur (stocks),
retas (skill, dike)
Kegunaan :
material pelengkap dalam bangunan
Kimberlit
adalah peridotit dengan komposisi piroksen dan olivin, merupakan batuan induk
dimana dapat ditemukan intan.
d. Andesit (Andesite)
Warna : abu-abu
Tekstur : afanitik
Mineral
utama : K-Felspar < 10
%, kuarsa < 10 %
Mineral
tambahan : hornblenda, biotit,
piroksen, Na-amfibol, felspatoid
e. Basal (Basalt)
Warna : abu-abu, gelap,
hitam
Tekstur : afanitik
Mineral
utama : K-Felspar < 10
%, kuarsa < 10 %, felspatoid < 10 %
Mineral
tambahan : hornblenda, biotit,
piroksen, Na-amfibol, olivin, uralit
Tempat
terdapat : retas
f. Obsidian
Warna : hitam, hijau
Tekstur : gelas (amorf)
Mineral
utama : Felspar 63 %,
kuarsa 35 %
Keterangan : pada permukaan sering
ditemukan bentuk “pecahan lokan” (choncoidal
fracture), bulatan memancar (spherical
body) warna putih berukuran kecil
g. Batu Apung (pumice)
Warna : putih, abu-abu,
kuning, coklat
Tekstur : gelas, memiliki
rongga di permukaan (vesicular glass)
Keterangan : komposisi mineral sama
dengan obsidian, digunakan sebagai alat poles dan gosok (abrasive)
2.7 Cara mengidentifikasi jenis batuan
beku
Tahapan pertama untuk pemberian nama
batuan beku disini adalah dengan mengamati kehadiran kuarsa bebas serta
menghitung proporsi secara relative dalam batuan. Jika kuarsa hadir dan
mencapai 10% atau lebih maka jenis batuannya adalah batu beku asam, sebaliknya
jika kuarsanya kurang dari 10% maka jenis batuannya adalah kalau tidak
intermediate kemungkinan lain adalah basa. Pada jenis intermediate dicirikan dengan
melimpahnya ortoklas dan plagioklas asam (sodic
plagioklas). Sedangkan pada jenis basa dicirikan dengan melimpahnya
plagioklas basa (calcic plagioklas),
plagioklas asam relative lebih cerah dibanding plagioklas basa. Tetapi pada
kenyataannya secara megaskopis kita sulit untuk membedakan. Untuk membedakannya
kita lihat prosentasi kandungan mineral mafik (yang utama).
Bowen berpendapat bahwa batuan basa
mengandung mineral olivine dan piroksin lebih banyak dibanding mineral
hornblende. Sebaliknya batuan menengah cenderung lebih banyak mengandung
hornblende disbanding olivine dan piroksen. Namun keadaan ini tidak dapat
selamanya dipakai, terutama pada batuan beku vulkanik. Pada batuan beku
menengah sering ditemukan piroksen, seperti pada andesit dimana kehadiran
piroksen melimpah sehingga sulit dibedakan dengan basalt. Untuk ini praktikan
kembali pada prinsip W.T Huang 1962, dimana untuk batuan beku menengah banyak
mengandung plagioklas asam (lebih cerah) sedang batuan beku asam banyak
mengandung plagioklas basa (lebih gelap).
BAB III
KESIMPULAN
1. Magma
adalah airan atau larutan slikat pijar yang terbentuk secara alamiah, bersifat
mobile (cairan yang bergerak), bersuhu antara 900-1200oC atau lebih
dan berasal dari kerak bumi bagian bawah atau selubung bumi bagian atas.
2. Batuan
beku adalah batuan yang terjadi dari pembekuan larutan slika cair dan pijar
yang kita kenal dengan nama magma.
3. Komposisi
kimiawi magma hasil analisa kimia dari sampel batuan beku terdiri dari : senyawa-senyawa yang bersifat
non-volatil dan merupakan unsur oksida dalam magma, senyawa volatil yang banyak
pengaruhnya terhadap magma, terdiri dari fraksi-fraksi gas CH4, CO2,
HCl, H2S, dan SO2, serta unsur-unsur lain yang disebut
unsur jejak dan merupakan minor element
seperti Rb, Ba, Sr, Ni, CO, V, Li, S, dan Pb.
4. Macam-macam
struktur batuan beku, diantaranya : massif, pillow lava, vesicular, scoria,
amgdaloidal.
5. Jenis
batuan beku ada 2, yaitu : batuan beku fragmental dan batuan beku non fragmental.
DAFTAR PUSTAKA
Matthews
III, William H, 1967, Geology Made
Simple, Made Simple Books, Doubleday & Company.Inc, Garden City, New
York.
Pirrson
Louis V, 1957, Rock and Rock Mineral,
John Willey & Sons. Inc, New York.
Sysmes,
Dr R.F, 1988, Rock and Mineral, A Dorling Kindersley
Limited, London
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Termakasih atas pesannya.. Mari tulis yang baik :)