BREAKING

Senin, 16 Maret 2015

Sesuatu yang dari Hati Jatuhnya Pasti ke Hati


Aku sangat berkesan akan agenda hari minggu ini. Ahad ini adalah hari pertemuan akhwat kampus kota. Ahad ini aku rasa adalah hari yang sangat berkesan, bahkan melebihi hari dimana aku mendapat kehormatan memakai slempang bertuliskan CUMLAUDE saat pengesahanku sebagai sarjana.

Aku mendapat kehormatan membuat puisi dan membacakannya di depan semua peserta akhwat. Setengah jam pun berlalu, jadilah puisi bermelodi melankolis dan beberapa paragraf kisahku. Aku menghayati puisi yang aku tulis kata demi kata, tak terasa air mata mengalir tumpah saat aku membaca bait kedua. Hati rasanya tak ingin melanjutkan membacanya, karena aku sudah melanggar perjanjian pasal 1 pada almarhum ayah, “jangan menangis di depan manusia”. Namun, aku tahu, the show must go on, aku membacanya sambil menangis sampai selesai baris dan bait. Aku baru sadar ketika selesai, semua pesertapun sudah larut terhipnotis dalam tangisan mendalam. Maafkan aku akhwatfillah, ini benar-benar mengalir dari hati... Untung saja semua peserta adalah akhwat, kalau tidak, sudah tak terbayangkan betapa malunya diri ini..

Aku bahagia hari ini. Aku mengenal banyak teman aktivis kampus disini, melebihi banyaknya teman liqo yang aku kenal dan beberapa sudah berkeluarga. Aku tertawa, bercerita, makan bersama, membagi pesan antara satu dengan yang lainnya, dan tak lupa saling bertukar contact. Meskipun tak semua kukenal, setidaknya aku bahagia menjadi salah satu diantara mereka. Akupun mendapat oleh-oleh sebuah surat cinta dari sang murobbi (ummi tercinta), juga sebuah kado bingkisan untuk tulisan terbaik, serta hadiah juara lomba kelompok pemberi pesan terbaik.

Sampai sekarang belum aku buka, karena baru boleh dibuka ba’da maghrib.. hehe..

Sejenak aku mengingat momen saat aku membuat puisi dan membacakannya di hari aksi pilgub bersih, bersama KAMMDA Semarang, untung saja saat itu aku membuat puisi bermelodi semangat dan membakar jiwa, bukan puisi melankolis. Dengan begitu, aku bisa membacanya dengan nada orasi. Andai saat itu puisi melankolis yang tertulis, mungkin, sudah pasti menangis di depan videotron dan semua khalayak ikhwan akhwat, mungkin... wallahua’lam..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Termakasih atas pesannya.. Mari tulis yang baik :)