Aku pernah menjadi seorang perempuan dengan setumpuk mimpi menggunung. Menjadi seorang ibu dengan kriteria begini begitu. Melakukan A,B,C,D hingga Z demi sebuah sosok kriteria ibu ideal era sosial media. Aku pernah merasa begitu sok tahu semuanya dapat dengan mudah kujalani. Namun, nyatanya ada hal-hal yang hanya mampu kupelajari tapi tak mampu kujalani. Bukan karena aku tak mencoba, tapi begitulah keadaannya. Ketika aku terus memaksakan keinginanku, kemampuan itu justru semakin menjauh. Ketika aku terus memaksakan kehendak, apa yang kuharapkan ternyata semakin menjauh dari kenyataan.
Lalu, aku belajar. Terkadang, kita memang harus pause menjalani hidup ini. Tidak hanya ada satu cara untuk mencapai sesuatu. Ada waktunya, satu cara terbaik tak bisa kita lakukan, dan kita harus menurunkan standard kita dengan cara yang kedua. Apakah lantas kita bodoh dengan hal yang demikian? Dulu aku juga berpikir begitu. Sampai aku menyadari satu hal. Bahwa seorang ibu bodoh adalah ia yang terus memaksakan diri untuk menjadi kriteria ibu ideal, padahal hatinya tidak bahagia. Begitulah aku belajar menerima.
Dulu, aku adalah perempuan dengan ambisi sebanyak biintang di langit. Ingin kuliah lagi. Ingin jadi penulis dengan begini begitu. Ingin travelling ke berbagai negara. Dan sebagainya. Aku bekerja keras untuk itu semua. Aku ingin semuanya tercapai sempurna. Aku tak peduli jika harus sakit. Tapi, keadaan ini berbeda. Hidupku sekarang bukan hanya tentang aku seorang.
Ketika aku ingin sesuatu hal, maka sangat sering, sesuatu yang lain kukorbankan. Hingga proses memilah dan memilih itu menjadi sesuatu yang menyakitkan. Nyatanya, aku tidak bisa mencapai semuanya dengan sempurna.
Lalu, dari sesosok suami yang sangat tenang, aku mulai mengerti, bahwa mengejar itu semua tak perlu menjadi ambisius. Pelan-pelan saja. Berusaha. Tanpa perlu ngotot semuanya harus tercapai. Terkadang, motivasi berlebihan memang membuat kita tidak sadar telah mengatur Allah agar sesuai mau kita. Ah, sungguh. Padahal Allah punya mau sendiri. Allah punya jalan sendiri. Tugas kita hanyalah berusaha mencapai mau kita, sekaligus menerima dengan lapang jika mau kita bukanlah apa yang dimau Allah.