BREAKING

Senin, 30 Maret 2015

Keberpasrahan diri

Keberpasrahan diri..

bukan sebuah kata pesimis atau keputus-asaan ketika seorang insan sudah berjuang penuh mengeluarkan titik nadir penghabisan dan berdoa..
berlebihan memang, namun sebuah perjuangan yang tak kenal henti, bergerak tak terbatas, meraib segala yang terhampar untuk mencapai titik kulminasi...
terlalu banyak yang tak bisa diungkapkan memang...

Setiap doa bersanding dalam perjuangan berat itu..
Bahkan, tak jarang, jatuh dan terjerembab menghiasi segala yang dinamakan perjuangan..
Lantas haruskah kita memaksa sebuah kehendak yang memang tak bisa dipaksakan?

Tawakkal lah, ya.. tawakkal lah...
Ketika sudah maksimal menghadapi semuanya, sudah berdoa dengan tulus dan ikhlas, namun takdir berkata lain.. maka, bertawakkal-lah...

Allah sudah menetapkan segalanya...
mungkin, kisah indah itu memang belum berpihak saat ini...

Mengapa harus memaksakan? Lakukan dengan hati... Lakukan dengan tulus...

Allah mempertemukan untuk satu alasan, untuk belajar atau mengajarkan...
Entah akan menjadi yang terbaik, atau hanya sekedarnya...
Namun, lakukan dengan tulus dan sungguh-sungguh...
Meskipun tidak sesuai dengan yang diharapkan...
Tidak akan ada yang sia-sia..
Karena Allah yang mempertemukan...

Ketika berpasrah diri, berserah diri, bertawakkal, berharap hanya pada Sang Ilahi, dan takut akan segala ketetapan yang akan diberikan berbeda dengan harapan menghiasi, semoga segala yang dilakukan ini mendaapatkan yang terbaik nantinya di surgaNya...

Jangan pernah menyerah, namun, berserah dirilah ketika sudah benar-benar berjuang dengan titik darah nadir penghabisan dan berdoa penuh keikhlasan...
Wallahua'lam...

Senin, 16 Maret 2015

Sesuatu yang dari Hati Jatuhnya Pasti ke Hati


Aku sangat berkesan akan agenda hari minggu ini. Ahad ini adalah hari pertemuan akhwat kampus kota. Ahad ini aku rasa adalah hari yang sangat berkesan, bahkan melebihi hari dimana aku mendapat kehormatan memakai slempang bertuliskan CUMLAUDE saat pengesahanku sebagai sarjana.

Aku mendapat kehormatan membuat puisi dan membacakannya di depan semua peserta akhwat. Setengah jam pun berlalu, jadilah puisi bermelodi melankolis dan beberapa paragraf kisahku. Aku menghayati puisi yang aku tulis kata demi kata, tak terasa air mata mengalir tumpah saat aku membaca bait kedua. Hati rasanya tak ingin melanjutkan membacanya, karena aku sudah melanggar perjanjian pasal 1 pada almarhum ayah, “jangan menangis di depan manusia”. Namun, aku tahu, the show must go on, aku membacanya sambil menangis sampai selesai baris dan bait. Aku baru sadar ketika selesai, semua pesertapun sudah larut terhipnotis dalam tangisan mendalam. Maafkan aku akhwatfillah, ini benar-benar mengalir dari hati... Untung saja semua peserta adalah akhwat, kalau tidak, sudah tak terbayangkan betapa malunya diri ini..

Aku bahagia hari ini. Aku mengenal banyak teman aktivis kampus disini, melebihi banyaknya teman liqo yang aku kenal dan beberapa sudah berkeluarga. Aku tertawa, bercerita, makan bersama, membagi pesan antara satu dengan yang lainnya, dan tak lupa saling bertukar contact. Meskipun tak semua kukenal, setidaknya aku bahagia menjadi salah satu diantara mereka. Akupun mendapat oleh-oleh sebuah surat cinta dari sang murobbi (ummi tercinta), juga sebuah kado bingkisan untuk tulisan terbaik, serta hadiah juara lomba kelompok pemberi pesan terbaik.

Sampai sekarang belum aku buka, karena baru boleh dibuka ba’da maghrib.. hehe..

Sejenak aku mengingat momen saat aku membuat puisi dan membacakannya di hari aksi pilgub bersih, bersama KAMMDA Semarang, untung saja saat itu aku membuat puisi bermelodi semangat dan membakar jiwa, bukan puisi melankolis. Dengan begitu, aku bisa membacanya dengan nada orasi. Andai saat itu puisi melankolis yang tertulis, mungkin, sudah pasti menangis di depan videotron dan semua khalayak ikhwan akhwat, mungkin... wallahua’lam..